A. PENGERTIAN
DAN SEJARAH ANDRAGOGI
Andragogi merupakan
istilah istilah baru yang popular saat ini adalah teori belajar yang cocok dan
tepat untuk orang dewasa. Istilah andragogi pertama kali dikenal melalui karya
seorang ahli pendidikan Yugoslavia yang berjudul Adult Leadership (1968), yang artinya memimpin orang dewasa.
Kemudian Malcom S. Knowles, dengan publikasinya yang berjudul Adult Learner: A Neglected Species.
Andragogi berasal dari
bahasa Yunani, aner atau andr, yang berarti orang dewasa agogos, yang berarti
mengarahkan/memimpin. Andragogi dirumuskan dalam suatu ilmu dan seni untuk
membantu orang dewasa belajar. Karena individu orang dewasa adalah sebagai self directed, maka dalam andragogi yang
lebih penting adalah kegiatan belajar dari si belajar, bukan kegiatan mengajar
dari guru.
Istilah yang sering
dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi
yang berasal dari kata paid, yang
artinya anak, dan agogos, yang
berarti memimpin/membimbing, dimana secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena
pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak, maka memakai pendekatan
pedagogi untuk orang dewasa tidak tepat, karena mereka bukan lagi anak-anak.
Tingkat ketergantungan
anak-anak kepada orang dewasa masih tinggi dan menurun seiring dengan
bertambahnya usia mereka. Karenanya praktek pedagogi lebih cocok pada
anak-anak, yang berarti bahwa anak-anak dapat diajar untuk memperoleh suatu pengetahuan
dan pengalaman tertentu. Berbeda halnya dengan orang dewasa, mereka sudah punya
self directing, dan tingkat
ketergantungan kepada orang lain berkurang. Orang dewasa lebih cenderung
dibimbing, dimotivasi untuk memperoleh sesuatu yang pada akhirnya mereka
sendiri dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
B. PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN ANDRAGOGI DENGAN PEDAGOGI
Pendidikan
orang dewasa berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan
anak-anak akan berlangsung dalam bentuk asimilasi, identifikasi, dan peniruan,
sedangkan pendidikan orang dewasa menitikberatkan pada peningkatan kehidupan
mereka, memberikan keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan permasalahan
yang mereka alami dalam hidup mereka dan dalam masyarakat.
Perbedaan antara konsep andragogi
dan pedagogi adalah bahwa konsep andragogi berkaitan dengan proses pencarian
dan penemuan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk hidup, sedangkan
konsep pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan kebudayaan yang dimiliki
generasi yang lalu kepada generasi sekarang.
Terdapat 4 (empat) konsep untuk
membedakan antara orang dewasa dan anak-anak, yaitu:
(1) konsep diri,
(2) konsep pengalaman,
(3) konsep kesiapan belajar, dan
(4) konsep perspektif waktu atau
orientasi belajar.
Menurut konsep diri orang disebut
dewasa, jika orang tersebut:
(1) mampu mengambil keputusan bagi
dirinya,
(2) mampu memikul tanggung jawab,
dan
(3) sadar terhadap tugas dan
perannya.
Adapun
menurut konsep pengalaman orang dewasa adalah kaya dengan pengalaman, tidak seperti
botol yang kosong atau lembaran kertas yang bersih. Konsep kesiapan belajar
menekankan bahwa orang disebut dewasa kalau sadar terhadap kebutuhannya dan
kesadaran terhadap kebutuhan inilah yang akan menjadi sumber kesiapan untuk
belajar. Sedangkan menurut konsep perspektif waktu atau orientasi belajar
adalah bahwa orang dewasa belajar berpusat pada persoalan yang dihadapi
sekarang, yaitu bagaimana menemukan masalah sekarang dan memecahkannya sekarang
juga. Jadi, belajar sekarang untuk digunakan sekarang, bukan belajar sekarang
untuk bekal masa datang. Pendidikan (education) tidak sama dengan sekolah
(schooling). Sekolah merupakanbagian dari kegiatan pendidikan atau belajar.
Sekolah secara umum diarahkan untuk pendidikan anak (TK, SD ) dan pemuda ( SMP
– SMA ) Perguruan Tinggi. Pendidikan Orang Dewasa secara umum dilakukan dalam
pendidikan non formal, yang dapat dilakukan di tempat kerja, masyarakat dalam
bentuk kurus atau kepelatihan.
Pendidikan orang dewasa dapat
dilakukan secara mandiri (self education) yang tidak tergantung pada lembaga
pendidikan yang menyusun program pendidikan.
·
2-4
tahun adalah masa keemasan (golden age) masa dimana terjadi perubahan yang
sangat cepat pada kecerdasan (IQ) masa ini anak-anak dapat dengan cepat
mengembangkan IQnya, menjadi 80% pada usa 4 tahun.
·
Life
long education, belajar dilakukan dari lahir sampai meninggal.
Paedagogi berbentuk identifikasi dan
peniruan sedangkan andragogi berbentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan
masalah.
Dalam andragogi terdapat hubungan timbal
balik di dalam transaksi belajar-mengajar, di mana hubungan pengajar dan
pelajar adalah hubungan yang saling membantu. Dalam pedagogi terdapat hubungan
ketergantungan (dependent) dari murid kepada guru, di mana hubungan guru dan
murid adalah hubungan yang bersifat memerintah.
Dalam andragogi komunikasi banyak arah
dipergunakan oleh semua yang hadir (pengajar dan pelajar) sebagai warga
belajar, di mana pengalaman dari semua yang hadir dinilai sebagai sumber untuk
belajar. Dalam pedagogi komunikasi satu arah terjadi antara guru dan murid, di
mana pengalaman guru dinilai sebagai sumber utama untuk belajar.
Dalam andragogi pelajar mengelompokkan
dirinya berdasarkan minat, di mana pengajar memfasilitasi untuk membantu
pelajar menentukan kebutuhan belajarnya. Dalam pedagogi murid di-kelompokkan
berdasarkan tingkatan atau kelas, di mana guru menyusun kurikulum untuk setiap
tingkatan atau kelas tersebut.
Dalam andragogi belajar berorientasi pada
pemecahan masalah, yaitu belajar sambil bekerja pada persoalan sekarang untuk
dipergunakan sekarang juga. Dalam pedagogi orientasi belajarnya adalah pada
mata pelajaran yang dipelajari oleh murid sekarang untuk bekal hidup di masa
mendatang.
Tabel: 1
Perbandingan
Rancangan Bangun Pendidikan
Antara Andragogi dan
Pedagogi
No
|
Matra
|
Unsur Rancang Bangun
|
|
Pedagogi
|
Andragogi/Gerentologi
|
||
1
|
Suasana
|
Berorientasi pada otoritas formal dan bersaing
|
Ketimbal-balikan, saling menghargai, bekerja sama, informal
|
2
|
Perencanaan
|
Oleh guru/pelatih
|
Mekanisme perencanaan bersama
|
3
|
Diagnostik kebutuhan
|
Oleh guru/pelatih
|
Diagnostik diri timbal balik
|
4
|
Perumusan tujuan
|
Oleh guru/pelatih
|
Perbandingan bersama
|
5
|
Rancangan bangun
|
Logika mata pelajaran
|
Dituntut menurut kesiapan satuan masalah
|
6
|
Kegiatan Penilaian
|
Teknik penyampaian oleh guru/pelatih
|
Diagnostik ulang kebutuhan timbal balik, pengukuran program bersama
|
C. BEBERAPA
ASUMSI TENTANG BELAJAR MENGAJAR
Pendekatan yang
bersifat andragogi dalam proses belajar mengajar didasarkan pada asumsi-asumsi
berikut.
a.
Orang dewasa dapat belajar
Semula
ada anggapan berdasarkan laporan yang dikemukakan oleh Thorndike bahwa
kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20
tahun. Tetapi hasil studi terakhir yang dimukakan oleh Irving Horge menunjukan
bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan dalam belajarnya dan bukan dalam hal
kekuatan intelektualnya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa dasar
kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan
oleh karena itu apabila seseorang tidak menampilkan kemampuan yang sebenarnya,
hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti orang tersebut sudah lama
meninggalkan cara belajar yang sistematis atau karena adanya
perubahan-perubahan faktor fisiologis seperti pendengaran dan penglihatan yang terganggu.
b.
Belajar adalah suatu proses dari dalam
Asumsi
bahwa belajar sebagai suatu proses yang bersifat eksternal, dalam arti peserta
didik belajar terutama ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar seperti guru
yang terampil, bahan bacaan yang baik dan sejenisnya. Pandangan baru
mengemukakan bahwa belajar merupakan proses dari dalam yang dikontrol langsung
oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya seperti fungsi intelektual,
emosi, dan fisik serta psikologinya dipandang sebagai suatu pemenuhan kebutuhan
dan tujuan.
c.
Kondisi belajar dan prinsip-prinsip
mengajar
Kondisi
Belajar
|
Prinsip-prinsip
Belajar
|
Peserta merasa ada kebutuhan
untuk belajar.
Lingkungan belajar
ditandai dengan keadaan fisik yang menyenangkan, saling menghormati dan mempercayai,
saling membantu, kebebasan mengemukakan pendapat dan menyetujui adanya
perbedaan.
Peserta memandang
tujuan pengalaman belajar menjadi tujuan mereka sendiri.
Peserta dapat
menyetujui untuk saling bertanggungjawab dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengalaman belajar, harusnya mereka mempunyai rasa memiliki terhadap hal
tersebut.
Peserta
berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.
Proses belajar
dikaitkan dengan mengemukakan pengalaman bersama.
Peserta mempunyai
rasa keinginan terhadap tujuan belajar mereka.
|
1. Fasilitator
mengemukakan kepada peserta kemungkinan-kemungkinan baru untuk pemenuhan
dirinya,
2. Fasilitator
membantu setiap peserta mendiagnosa perbedaan antara aspirasinya dengan
tingkat penampilannya sekarang,
3. Fasilitator
membantu peserta mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mereka alami
karena adanya perbedaan tadi,
4. Fasilitator
membantu setiap peserta untuk memperjelas aspirasi dirinya untuk peningkatan
perilakunya,
5. Fasilitator
memberikan kondisi fisik yang menyenangkan seperti tempat duduk, ventilasi,
lampu yang kondusif untuk terciptanya interaksi antara peserta satu sama
lain,
6. Fasilitator
memandang bahwa setiap peserta merupakan pribadi yang bermanfaat dan
menghormati perasaan-perasaaan mereka,
7. Fasilitator
membangun hubungan saling membantu antara peserta dengan mengembangkan
kegiatan yang bersifat kooperatif dan mencegah adanya persaingan,
8. Fasilitator
melibatkan peserta dalam proses merumuskan tujuan belajar, di mana kebutuhan
peserta, tenaga pengajar, dan masyarakat ikut diperhitungkan,
9. Fasilitator
ikut serta dalam merancang pengalaman belajar dan memiliki bahan-bahan dan
metode serta melibatkan peserta dalam setiap keputusan bersama-sama,
10. Fasilitator
membantu peserta mengorganisir dirinya/kelompok untuk melakukan proyek, tim
belajar mengajar, studi belajar, dll, untuk turut serta bertanggungjawab
dalam proses pencarian sarana,
11. Fasilitator
membantu peserta menggunakan pengalaman mereka sendiri sebagai sumber melalui
penggunaan teknik seperti diskusi, permainan peran, kasus dan sejenisnya,
12. Fasilitator
menyampaikan presentasinya berdasarkan sumber-sumber dari dirinya terhadap
tingkat pengalaman mereka,
13. Fasilitator
membantu peserta mengimplikasikan belajar baru terhadap pengalaman mereka,
dan ini berarti membuat belajar lebih berwarna dan berfaedah,
14. Fasilitator
melibatkan peserta dalam mengembangkan kriteria yang disetujui bersama serta
metode dalam mengukur kemajuan terhadap tujuan belajar,
15. Fasilitator
membantu peserta mengembangkan dan mengaplikasikan prosedur dalam
mengevaluasi diri sendiri berdasarkan kriteria itu.
|
D.
BEBERAPA ASUMSI TENTANG ORANG DEWASA DAN
IMPLIKASINYA DALAM BELAJAR
Pendekatan andragogi
didasarkan pada asumsi-asumsi tentang orang dewasa sebagai berikut.
a.
Konsep diri
Konsep diri pada
seorang anak adalah tergantung pada orang lain. Hampir seluruh kehidupan anak
diatur oleh orang dewasa baik di rumah, di sekolah, di tempat ibadah, maupun di
tempat-tempat bermain. Ketika anak beranjak menuju ke arah dewasa, mereka
menjadi berkurang ketergantungannya kepada orang tua dan orang lain, dan mulai
tumbuh dan merasa dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Ia memandang
dirinya sudah mampu untuk sepenuhnya berdiri sendiri. Oleh karena itu orang
dewasa butuh pengalamannya dihargai misalnya dalam hal mengambil keputusan.
Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anak kecil, misalnya
diceramahi.
Di lain pihak apabila
orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan
penghargaan, maka mereka akan melakukan proses belajar tersebut dengan penuh
pelibatan dirinya secara mendalam. Implikasinya konsep diri tersebut dalam
belajar adalah antara lain.
1)
Iklim belajar perlu diciptakan sesuai
dengan keadaan orang dewasa. Baik ruangan yang digunakan maupun peralatan
(kursi, meja dan sejenisnya) disusun dan diatur sesuai denga selera orang
dewasa, dan memberikan rasa kenyamanan bagi mereka. Dalam kegiatan belajar
perlu diciptakan kerjasama dan saling menghargai antara sesama peserta, maupun
antara peserta dengan fasilitator. Setiap peserta diberi kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut dihukum
maupun dipermalukan.
2)
Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosa
kebutuhan belajar. Mereka akan merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar,
apabila apa yang dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipelajari.
3)
Peserta dilibatkan dalam proses
perencanaan belajarnya. Dalam perencanaan ini kedudukan fasilitator lebih
banyak berfungsi sebagai penghubung dan narasumber. Dengan melibatkan peserta
dalam kegiatan belajar, maka mereka akan bertanggungjawab pula terhadap
kegiatan belajar yang akan mereka lakukan.
4)
Dalam proses belajar mengajar terdapat
tanggungjawab bersama antara fasilitator dan peserta. Fasilitator berperan
sebagai narasumber dan katalisator berperan sebagai guru. Dalam kegiatan
belajar, orang dewasa harus dapat membantu orang dewasa untuk mau belajar.
5)
Evaluasi belajar menekankan kepada
evaluasi diri (self evaluation). Fasilitator lebih banyak membantu peserta
untuk menilai sejauh mana mereka memperoleh keinginan dalam proses belajarnya.
b.
Pengalaman
Orang dewasa mempunyai
pengalaman yang lebih banyak bila dibandingkan dengan anak-anak karena mereka
sudah lama hidup. Bagi anak-anak pengalaman lebih banyak berasal dari luar dan
mempengaruhi dirinya dan bukan merupakan bagian yang terpadu dengan dirinya.
Bagi orang dewasa, pengalaman itu adalah dirinya sendiri. Perbedaan pengalaman
antara orang dewasa dengan anak menimbulkan konsekuensi dalam belajar, yakni
bahwa orang dewasa lebih banyak mengkontribusikan pengalamannya dalam belajar,
orang dewasa mempunyai pengalaman yang lebih kaya dan mempunyai pola pikir dan
kebiasaan yang pasti. Implikasinya dalam belajar adalah sebagai berikut.
1)
Proses belajar pada orang-orang dewasa
lebih ditekankan pada teknik menyerap pengalaman mereka seperti kelompok diskusi,
metode kasus, simulasi, bermain peran, pelatihan proyek, bimbingan konsulatif,
demonstrasi, seminar dan sebagainya.
2)
Penekanan dalam proses belajar adalah
aplikasi praktis. Penjelasan konsep baru dalam kegiatan belajar dijelaskan
melalui pengalaman-pengalaman kehidupan yang berasal dari dirinya dan lebih
diutamakan pada aplikasi dari hasil belajarnya.
3)
Penekanan proses belajar adalah belajar
dari pengalaman. Bagi orang dewasa yang utama adalah memikul tanggungjawab
terhadap belajarnya sendiri melalui penerimaan sendiri tanpa diarahkan orang
lain.
c.
Kesiapan untuk Belajar
Menurut Havighurst,
penampilan orang dewasa dalam melaksanakan peranan sosialnya berubah sejalan
dengan perubahan dari ketiga fase dewasa, sehingga hal ini mengakibatkan pula
kesiapan dalam belajar. Suatu contoh dalam peran seorang sebagai pekerja, maka tugas
pengembangannya adalah memperoleh pekerjaan. Pada saat itu ia sudah siap untuk
belajar segala sesuatu yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan. Implikasi
dan kesiapan belajar ini, di antaranya adalah:
1)
Urutan kurikulum dalam proses belajar
orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan disusun
berdasarkan urutan topik mata pelajaran berdasarkan kebutuhan lembaga.
2)
Adanya konsep mengenai tugas-tugas
perkembangan orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar kelompok.
Misalnya, minat orang dewasa yang belum mempunyai anak dengan orang dewasa dan
sudah mempunyai terhadap program pemeliharaan anak akan berbeda, sehingga mempengaruhi kegiatan belajarnya.
d.
Orientasi terhadap Belajar
Orientasi belajar orang
dewasa dengan anak-anak berbeda. Anak-anak cenderung untuk menunda aplikasi
dari apa yang dipelajarinya. Pendidikan baginya adalah sebagai penumpukan
pengetahuan dan keterampilan yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat.
Sebaliknya, bagi orang dewasa pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari
adalah untuk secepatnya diaplikasikan di dalam kehidupan.
Implikasi orientasi
tersebut dalam proses belajar di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Peran guru bukan sebagai pengajar,
tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang dewasa yang belajar.
2)
Kurikulum pada orang dewasa tidak
berorientasi kepada suatu mata pelajaran, akan tetapi berorientasi pada
masalah.
3)
Pengalaman belajar dirancang berdasarkan
pada masalah dan perhatian mereka.
E.
PERBEDAAN ORANG DEWASA DAN ANAK DALAM
BELAJAR
Setelah memahami
tentang asumsi-asumsi tersebut di atas serta implikasinya dalam kegiatan belajar
orang dewasasebetulnya telah menyiratkan prihal perbedaan antara orang dewasa
dengan anak-anak dalam belajar. Untuk lebih jelasnya perbedaan orang dewasa
dengan anak dalam belajar dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel
1
Orang
Dewasa dan Anak-anak dalam Belajar
No
|
Komponen-komponen
Pembelajaran
|
Pedagogi/Anak-anak
|
Andragogi/Gerentologi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Tujuan Pembelajaran
Materi Pelajaran
Metode dan Teknik
Sumber Belajar/Guru
Evaluasi
Kurikulum
Waktu
Tempat
Sarana/Prasarana
|
Diarahkan untuk masa
yang akan datang.
Lebih umum
Ceramah guru lebih
dominan
Ditentukan secara
formal
Keberhasilan dalam
belajar
Ditentukan oleh
lembaga tertentu
Ditentukan oleh guru
Ditentukan oleh
guru/pengelola
Lembaga/pengelola/guru
|
Untuk saat sekarang
(dapat dimanfaatkan segera)
Praktis, keterampilan
Lebih banyak mengajak
WB, untuk berbuat melalui diskusi, metode kasus, simulasi, dll.
Tidak ditentukan
secara formal, asal punya keterampilan dan mau membantu WB
Evaluasi diri (self
evaluation)
Dirancang secara
bersama antara tutor dengan WB
Kesepakatan antara
tutor dengan WB
Disepakati antara
tutor dengan WB
Disepakati bersama antara tutor,
WB, dan pengelola
|
F.
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR ORANG DEWASA
Berdasarkan uraian
sebelumnya, telah dikemukakan bahwa orang dewasa yang datang pada suatu
pertemuan/kegiatan belajar telah memiliki konsep diri dan membawa
pengalaman-pengalaman masa lampau. Hal ini akan mewarnai orang dewasa dalam
setiap aspek kegiatan belajar yang dilaksanakannya.
Para pengelola dan
pelaksana pada pendidikan orang dewasa dalam membelajarkan mereka perlu
memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Hal itu akan dapat
memudahkan kita menolong mereka dalam mengarahkan mereka sesuai dengan
kebutuhan yang dirasakan dan diharapkannya. Terdapat beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
a. Problem
Centered
Pembelajaran harus
berpusat pada masalah yang dihadapi warga belajar/orang dewasa. Masalah adalah
kesenjangan antara yang diinginkan dengan kenyataan yang ada. Masalah yang ada
tersebut perlu dicarikan pemecahannya. Dalam membelajarkan orang dewasa belajar
selalu dipusatkan pada masalah. Seorang pembimbing/fasilitator dan tutor harus
dapat merangsang mereka untuk belajar. Pembimbing tersebut juga harus dapat
meyakinkan orang dewasa bahwa yang akan dipelajari itu merupakan suatu masalah
yang menyangkut tentang dirinya.
Kenapa dalam membelajarkan
orang dewasa selalu dipusatkan pada masalah (problem centered). Alasannya
adalah orang dewasa akan mau belajar kalau dia menemui masalah. Dengan demikian
mereka akan belajar karena yang dipelajarinya itu mempunyai manfaat baginya dan
mereka merasa perlu untuk menghadapi masalah yang dihadapinya, misalnya petani
tradisional akan belajar kalau ada masalah, seperti hasil ladangnya yang tidak
memenuhi kebutuhan sehingga mereka ingin belajar bagaimana cara meningkatkan
hasil pertanian.
b. Fungsional
Dalam proses belajar
orang dewasa, hendaknya apa yang dipelajari itu mempunyai arti atau mempunyai
fungsi untuk warga belajar, sebab orang dewasa akan mau belajar apabila yang
dipelajari ada manfaat bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
sebelum memberikan pendidikan kepada warga belajar, seorang pembimbing tutor,
fasilitatorharus melakukan identifikasi kebutuhan warga belajar. Seandainya
kita memberikan pendidikan kepada masyarakat nelayan, maka pembimbing harus
memberikan pendidikan tentang teknik penangkapan ikan yang baik, sehingga dapat
diperoleh hasil yang memadai.
c. Experience
Centered/Berpusat pada Pengalaman
Pemusatan pelajaran
pada pengalaman. Maksudnya di sini bahwa dalam membelajarkan haruslah
dipusatkan kepada pengalaman warga belajar. Pengalaman-pengalaman WB dijadikan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Oleh sebab itu, di dalam
proses interaksi belajar orang dewasa, merekalah yang semestinya banyak
berbuat. Dengan kata lain, warga belajar dilibatkan dalam proses belajar,
karena dengan keterlibatan tersebut maka mereka akan merasa bertanggungjawab.
Apabila pelajaran yang diberikan didasarkan pada pengalaman mereka, maka secara
otomatis mereka akan tertarik untuk belajar, karena yang dipelajari berhubungan
dengan keinginan mereka.
d. Merumuskan
Tujuan
Dalam kegiatan belajar
orang dewasa, mereka dilibatkan sejak dari awal sampai dengan berakhirnya
kegiatan belajar. Warga belajar ikut menentukan sendiri apa yang akan dipelajarinya,
merumuskan tujuan yang akan dicapai, dan melaksanakan kegiatan belajarnya.
Dengan melibatkan mereka sejak dari awal sampai akhir maka diharapkan hasil
belajar akan dapat dicapai dengan baik.
e. Feed
Back (Balikan)
Umpan balik di sini
artinya warga belajar mengetahui hasil belajar yang telah dicapainya. Apabila
mereka telah mengetahui hasil belajarnya, maka warga belajar diharapkan dapat
meningkatkan kegiatannya ke arah perbaikan cara belajarnya. Warga belajar harus
tahu sampai dimana proses belajar itu telah dilaluinya.
Penilaian dalam proses
belajar sangat diperlukan, warga belajar harus mendapatkan umpan balik dari
proses belajarnya. Sampai dimana kemampuan mereka dalam belajar, sampai dimana
pelajarandapat dicapai dan dikuasai. Apakah pelajaran tersebut dapat merubah
cara ke arah perbaikan diri sendiri, dan apakah belajar dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Dengan adanya umpan balik tersebut akan sangat
menentukan kegiatan belajar selanjutnya.
Selanjutnya, Miller
mengidentifikasikan enam kondisi yang prinsip bagi keberhasilan orang dewasa
dalam belajar, yaitu:
1) Warga
belajar orang dewasa harus dimotivasi agar berubah tingkah lakunya,
2) Warga
belajar harus disadarkan akan ketidakmampuannya untuk berperilaku,
3) Warga
belajar harus memiliki gambaran yang jelas terhadap tingkah laku yang diajukan,
4) Warga
belajar harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan tingkah laku yang
diinginkan,
5) Warga
belajar harus mendapat dukungan atas tindakannya yang benar, dan
6) Warga
belajar harus memiliki serangkaian materi yang tepat untuk dipraktekkan.
tampilanya aga kurang enak , soalnya warna tulisanya biru telor asin dan background nya putih jadi saru liatnya
BalasHapusRemang remang
BalasHapus